Lamunan Menuju Masa Depan

Melamun memang mengasyikkan. Semua angan-angan yang dimiliki seolah terwujud. Hal buruk bisa berubah menjadi baik, dan hal yang baik bisa disulap menjadi lebih indah. Tak heran, aktivitas melamun bisa menyita banyak waktu. Curat-coret. Ah, ya, ini hanya sekedar curat-coret. Tidak ada yang hendak kukatakan yang sifatnya serius. Ini mah hanya sekedar daripada tidak ada kegiatan saja. Iya, lah, daripada melamun gitu, ya, lebih baik curat-coret. O, ya, tentang malamun, ada juga, lho, yang bilang bahwa melamun itu tak selamanya negatif. Malah katanya melamun itu merupakan sumber kreativitas. Ah, kata siapa? Lha, ini bukan kata siapa-siapa, tapi kata orang yang memang ahli dalam bidang pengembangan kreativitas. Salah satunya adalah Jordan E. Ayan.


Orang yang satu ini menjelaskan, dalam bukunya Bengkel Kreativitas (terbitan KAIFA), bahwa melamun itu diperlukan dan baik dilakukan untuk mendongkrak kreativitas. Kok, bisa?
Begini, nih, dasar pemikirannya: bahwa di otak manusia itu ada beberapa jenis atau bentuk gelombang yang aktif pada keadaan-keadaan tertentu. Gelombang-gelombang tersebut adalah gelompang beta, alfa, tetha, dan delta. Nah, gelombang beta aktif di otak pada saat kita dalam keadaan siaga penuh, misalnya saat pikiran terfokus pada suatu masalah tertentu. Saat-saat kita sedang mengerjakan soal ujian, atau saat kita tengah berpikir keras mencari solusi bagi suatu masalah yang sangat pelik, pada saat itulah gelombang beta aktif di otak kita.

Yang kedua, gelambang alfa aktif pada saat kita dalam keadaan rileks. Saat-saat seperti sedang melamun; saat sedang membayangkan atau memvisualisasikan kejadian-kejadian yang pernah kita alami waktu kecil, atau beberapa waktu yang lalu; atau saat-saat pertama bertemu dengan pacar, atau membayangkan hal-hal lainnya – itulah saatnya gelombang alfa bekerja di otak kita. Yang ketiga, gelombang tetha, aktif ketika tubuh kita benar-benar dalam keadaan rileks dan lebih dalam rileksnya dibandingkan saat kita melamun atau membayangkan sesuatu. Contoh untuk keadaan tersebut adalah misalnya ketika tubuh seseorang dalam keadaan bermeditasi atau yoga. Yang terakhir, yaitu gelombang delta, aktif ketika kita tengah tertidur pulas.

Nah, dari keempat keadaan tadi, yang masing-masing keadaan akan merangsang gelombang-gelombang tertentu untuk aktif, keadaan kedua dan ketigalah yang merupakan kondisi yang kondusif bagi munculnya ide-ide atau gagasan-gagasan cemerlang, segar dan orisinil. Ketika gelombang alfa dan gelombang tetha aktif di otak kita, itulah saat-saat bagi kita untuk menangguk ide-ide yang kita butuhkan bagi pengembangan kreativitas. Oleh sebab itu, kegiatan melamun, membayangkan atau memvisualisasikan sesuatu benar-benar bisa menjadi perangsang bagi timbulnya ide-ide yang kita butuhkan. Melamun dan membayangkan sesuatu membuat tubuh kita rileks sehingga pikiran kita menjadi terbuka terhadap munculnya pikiran-pikiran yang dalam keadaan jaga atau siaga akan kita tolak sebagai konyol atau tak berharga.
Disitulah kuncinya. Ide-ide brilian akan datang atau muncul ke permukaan pada saat tubuh dalam keadaan rileks. Pikiran yang terfokus, konsentrasi membuat tubuh tegang. Ketegangan bukanlah kondisi yang baik bagi kemunculan ide-ide yang kita harapkan. Lagipula, pikiran yang yang fokus cenderung terlalu kritis terhadap munculnya ide-ide yang katakanlah konyol, gila, tidak biasa, tidak masuk akal atau bahkan tidak pantas. Padahal banyak hal tercipta berawal dari ide-ide gila semacam itu. Banyak hal yang awalnya dianggap konyol kini diterima sebagai hal biasa.

Nah, dengan semua paparan ini, menjadi jelas, kan, bahwa melamun itu bukan sesuatu yang negatif. Tapi harus dibedakan mana melamun yang kreatif dan produktif, yaitu melamun yang mendatangkan ide-ide brilian; dan mana lamunan yang justru mematahkan kemauan orang untuk bertindak. Lamunan mana yang masuk kategori terakhir? Ya, misalnya melamun menjadi orang kaya yang punya ini itu tanpa disertai usaha sebagai tindak lanjutnya. Jika masih dibarengi dengan usaha untuk merealisasikannya, mengapa tidak. Agama memang mengajarkan kepada kita untuk tidak panjang angan-angan. Panjang angan-angan artinya tinggi hasrat dan keinginan tanpa disertai usaha yang memadai untuk mewujudkannya.

Bukan lamunan seperti itu yang kita maksud di sini. Yang kita bicarakan adalah melamun yang kratif dan produktif, baik yang mengalir begitu saja saat kita berbaring atau duduk dalam keadaan rileks, atau melamun yang disengaja dalam bentuk visualisasi atau membayangkan, menghadirkan kejadian di masa lalu atau bahkan masa yang akan datang.

Baiklah, kita akhiri saja paparan ini dengan sebuah kisah yang sudah sangat terkenal. Kisah ini diungkap Jordan E. Ayan dalam buku yang telah disebut di muka. Kisahnya tentang Henry Ford. Ford pernah menyewa seorang pakar efisiensi untuk meneliti perusahaannya. Setelah meneliti, si pakar ini menganjurkan Ford memecat salah seorang karyawannya. Alasannya karena orang tersebut dinilai tidak segiat karyawan yang lain. Setiap kali tim peneliti melewati ruangan orang itu, karyawan yang bersangkutan nampak sedang bermalas-malasan dengan duduk di mejanya sambil mengangkat kaki ke atas meja dan nampak sedang melamun.

Apa jawaban Ford atas saran si pakar? “Biarkan dia melamun!” katanya. Bagi Ford, orang tersebut walau tampaknya tidak segiat yang lain, tapi ide-idenya telah membuat kenaikan angka penjualan secara mengagumkan.